Rabu, 06 Mei 2015

MUKENA BALI

















bahan katun rayon..dijamin adem....
minat ???
hub. 081907392851
harga 85000/pcs

Sabtu, 24 November 2012

Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit

Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit
a.      Larutan
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen atau serbasama. Contohnya jika kita melarutkan 2 sendok makan gula putih (pasir) ke dalam segelas air, ketika diaduk, butiran-butiran gula menghilang sehingga kita tidak bisa lagi membedakan mana gula dan mana air, inilah yang disebut dengan larutan gula.
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan terbagi menjadi 2 golongan yaitu larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Sedangkan elektrolit dapat dikelompokkan menjadi larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah .
Ø  Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
Ø  Sedangkan larutan non elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik.

1.      Larutan Elektrolit.
Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.
Berdasarkan kekuatan daya hantar listrik laruatan elektrolit dibagai menjadi 2:
a.       Elektrolit Kuat
Merupakan elektrolit yang mudah terionisasi sempurna, sehingga reaksinya merupakan reaksi yang berkesudahan.
Cirri-cirinya :
- terionisasi sempurna
- menghantarkan arus listrik
- lampu menyala terang
- terdapat gelembung gas
Contohnya : larutan asam klorida dan garam dapur.
HCl  ---> H+  +  Cl-
NaCl ---> Na+ +  Cl-
b.      Elektrolit Lemah
Merupakan senyawa elektrolit yang terionisasi sebagian sehingga reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan.
Ciri-cirinya :
- terionisasi sebagian
- menghantarkan arus listrik
- lampu menyala redup
- terdapat gelembung gas

2.      Non Elektrolit
Merupakan larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik.
Ciri-cirnya :
- tidak terionisasi
- tidak menghantarkan arus listrik
- lampu tidak menyala
Contoh :
C6H12O6 (amilum/karbohidrat), C12H22O11, CO(NH2)2 (Urea) dan C2H5OH (Alkohol/etanol), dll


 

Jumat, 02 September 2011

AMONIAK NH3

1. SUMBER AMONIA
Amonia adalah bahan kimia dengan formula kimia NH3. Molekul amonia mempunyai bentuk segi tiga. Amonia terdapat di atmosfer dalam kuantiti yang kecil akibat pereputan bahan organik. Amonia juga dijumpai di dalam tanah, dan di tempat berdekatan dengan gunung berapi. Oleh karena itu, pada suhu dan tekanan piawai, amonia adalah gas yang tidak mempunyai warna (lutsinar) dan lebih ringan dari pada udara (0.589 ketumpatan udara). Titik leburnya ialah -75 °C dan titik didihnya ialah -33.7 °C. 10% larutan amonia dalam air mempunyai pH 12. Amonia dalam bentuk cair mempunyai muatan yang sangat tinggi. Amonia cair terkenal dengan sifat keterlarutannya. Ia boleh melarutkan logam alkali dengan mudah untuk membentuk larutan yang berwarna dan mengalirkan elektrik dengan baik. Amonia dapat larut dalam air. Larutan amonia dengan air mempunyai sedikit amonium hidroksida (NH4OH). 100 dm3 amoniapun dapat berpadu dengan 100 cm3 air. Amonia tidak menyokong pembakaran, dan tidak akan terbakar kecuali dicampur dengan oksigen, di mana amonia terbakar dengan nyalaan hijau kekuningan muda. Amonia dapat meletup jika dicampur dengan udara. Amonia diperoleh dengan cara menyulingkan tumbuhan dan hewan yang mengandung nitrogen. Atau dengan mereaksikan garam-garam amonium dengan hidroksida alkali.Amonium juga diperoleh dengan mereaksikan magnesium nitrit (Mg3N2) dengan air.
Mg3N2(S) + 6H2O(l)         ——>       3Mg(OH)2(s)+2NH3
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organic oleh mikroba dan jamur (amonifikasi). Sumber amonia adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Selain terdapat dalam bentuk gas, amonia membentuk senyawa kompleks dengan beberapa ion-ion logam. Amonia juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan. Amonia di perairan dapat menghilang melalui proses volatilisasi karena tekanan parsial amonia dalam larutan meningkat dengan semakin meningkatnya pH. Ikan tidak bisa bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi. Pada budidaya intensif, yang padat penebaran tinggi dan pemberian pakan sangat intensif, penimbunan limbah kotoran terjadi sangat cepat.
Gas amonia juga merupakan salah satu gas pencemar udara yang dihasilkan dari penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme seperti dalam proses pembuatan kompos, dalam industri peternakan, dan pengolahan sampah kota. Amonia (gas) itu terdiri dari hidrogen dan nitrogen yang biasanya perbandingan molarnya 3:1, ada metan, argon, dan CO2. Amonia disintesis dengan reaksi reversibel antara hidrogen dengan nitrogen.
Seperti halnya reaksi revesibel lain, reaksi pembentukan amonia juga menghabiskan tenaga dan pikiran untuk mengatur reaksi dengan jumlah amonia pada kestimbngn pada berbagai macam temperatur dan tekanan. Yang pasti berhubungan dengan konstanta kesetimbangan reaksinya. Kp (konstanta kesetimbangan) tersebut tidak hanya bergantung pada temperatur dan tekanannya, tapi juga perbandingan komposisi nitrogen dan hidrogen. Sumber nitrogen itu biasanya udara. Dan sumber hidrogen biasanya di dapat dari berbagai jenis bahan mentah seperti air, hidrokarbon ringan atau berat, hasil dari pemurnian minyak mentah, gas alam, maupun kombinasi dari bahan-bahan itu yang memiliki kandungan hidrogennya. Amonia juga dapat berasal dari sumber antrophogenik (akibat aktifitas manusia) seperti industri pupuk urea, industri asam nitrat dan dari kilang minyak (Dwipayani, 2001).
Sifat-Sifat Amonia:
a) Pada suhu dan tekanan biasa, amonia adalah gas yang tidak mempunyai warna (lutsinar), dan lebih ringan dari udara (0,589 kerapatan udara), titik leburnya –750C dan titik didihnya –33,70C. 10 % larutan amonia dalam air mempunyai pH 12, kalor penguapannya 23,6 kj/mol (DHfup).
b) Amonia cair mempunyai sifat keterlarutan yang tinggi, dia bisa melarutkan logam alkali dengan mudah untuk membentuk larutan yang berwarna dan bisa menghantarkan listrik yang baik.
c) Amonia bisa larut dalam air, reaksinya dengan air menghasilkan sedikit amonium hidroksida (NH4OH).
d) Amonia tidak mempengaruhi pembakaran dan tidak akan terbakar kecuali dicampur dengan oksigen. Nyala api amonia yang terbakar berwarna hijau kekuningan muda.Amonia akan meletup jika dicampur dengan udara.
e) Amonia memiliki aroma yang menyengat.

2. KEBERADAANYA DI PERAIRAN
Amonia (NH3) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan amonia ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat amonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil (Welch, 1952 dalam Setiawan, 2006). Menurut Jenie dan Rahayu (1993) dalam Marlina (2004), konsentrasi amonia yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia yang sedikit akan bersifat racun juga. Selain itu, pada saat kandungan oksigen terlarut tinggi, amonia yang ada dalam jumlah yang relatif kecil sehingga amonia bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman (Welch, 1952 dalam Setiawan, 2006). Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar amonia yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian. Kadar amonia yang tinggi juga dapat ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa oksigen atau anoxic (Effendi, 2003). Menurut Boyd (1990), amonia dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada insang dan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan, dan menurunkan kemampuan darah dalam membawa oksigen. Dalam kondisi kronik, peningkatan amonia dapat menyebabkan timbulnya penyakit dan penurunan pertumbuhan. Pescod (1973) menyarankan agar kandungan amonia dalam suatu perairan tidak lebih dari 1 mg/l, yaitu agar kehidupan ikan menjadi normal.

3. REAKSI DENGAN ZAT LAIN
Dalam skala laboratorium, pembuatan ammonium melibatkan suatu reaksi kimia, dengan cara mereaksikan amonium klorida dengan basa kuat, atau oksida basa menurut reaksi berikut:
NH4Cl(aq) +NaOH(aq)          ——>           NH3(g) + NaCl(aq)+ H2O(l)
2NH4Cl(aq) + CaO(s)      ——>            2NH3(g) +CaCl2(aq) + H2O(l)
gas yang dihasilkan dapat diketahui dengan mengujinya menggunakan kertas laksmus. Gas amonia bersifat basa sehingga akan mengubah warna laksmus merah menjadi biru.
Sedangkan dalam sekala industri ammonium d buat melalui proses Habber-Bosh. Proses ini menggunakan bahan baku gas nitrogen dan gas hidrogen yang direaksikan menurut persamaan reaksi sebagai berikut
N2 (g)+3H2(g)            ——>           2NH3(g)        DH =-92kJ
Entalpi pembentukan amonia ini berharga negatif berarti reaksi ini bersifat eksoterm (Melepaskan kalor kelingkungan).
Sifat reaksi yang eksoterm ini perlu diperhatikan dalam proses pembuatan amonia selain sifat eksoterm yang berhubungan suhu, ada faktor lain yang juga mempengaruhi jumlah amonia dengan jumlah maksimum:
a) Suhu
Dalam suatu reaksi yang bersifat eksoterm, jika suhu dinaikkan, reaksi akan bergeser kesebelah kiri. Dan sebaliknya, jika suhu diturunkan, reaksi akan bergeser kearah kanan. Reaksi pembentukan amonia yang dilakukan pada suhu rendah (2000C)  akan menggeser reaksi kearah kanan, namun reaksinya berjalan lambat. Oleh karena itu, suhu perlu mencapai suhu ideal yaitu 6000C.
b) Tekanan
Pada proses pembuatan amonia diperlukan tekanan yang timggi. Jika reaksi dilakukan pada tekanan rendah reaksi akan bergeser kekiri sehingga produk diperoleh. Idealnya, agar reaksi berlangsung kearah kanan, harus digunakan tekanan yang sangat tinggi. Namun, masalah baru timbul karena reaksi yang harus dilangsungkan pada tekanan tinggi memerlukan peralatan dengan investasi yang besar. Melalui analisis, diperoleh tekanan ideal dengan investasi yang tidak terlalu mahal, yaitu 200 –350 atm.
c) Katalis
Katalis berfungsi menurunkan energi aktivasi sehingga semakin banyak pereaksi yang diubah maenjadi produk. Dalam industri, penggunaan katalis ini sangat penting untuk memperoleh produksi yang banyak dengan cepat. Pada pembuatan amonia dalam industri digunakan katalis besi atau oksida besi.
Memaksimalkan hasil reaksi sebagai penerapan prinsip Le-Chatellier, dapat dilihat dari reaksi:
N2 (g)+3H2(g)         ——>          2NH3(g)        DH =-92kJ
Yang merupakan dasar dari sintesis amonia di industri. Karena reaksi ini eksotermik, hasil amonia akan naik bila pengerjaan dilakukan pada suhu yang serendah mungkin. Namun demikian, pada suhu terlalu rendah, reaksi berlangsung sangat lambat sehingga biasanya digunakan suhu sekitar 5000C. karena jumlah mol gas turun pada saat reaksi berlangsung, hasil produk dapat dinaikkan dengan menurunkan volume bejana reaksi. Pada umumnya, digunakan tekanan total 150 – 300 atm, walaupun beberapa pabrik bekerja pada tekanan yang dapat mencapai 900 atm. Namun pada tekanan tinggi, hasil amonia biasanya hanya 15% – 20% karena ketetapan kesetimbangannya terlalu kecil. Untuk menaggulagi hal ini, pabrik amonia menggunakan proses siklik di mana campuran gas didinginkan sehingga amonia mencair (titik didihnya lebih tinggi daripada titik didih nitrogen dan hidrogen) dapat diambil. Pengambilan produk secara terus menerus dapat membantu mendorong reaksi agar berlangsung sampai selesai.


4. HUBUNGAN DENGAN DO, BOD, COD DAN KUALITAS DENGAN AIR

Dalam kasus-kasus pencemaran perairan, baik itu laut, sungai, danau maupun waduk, seringkali diberitakan bahwa nilai BOD dan COD perairan telah melebihi baku mutu sehingga menimbulkan atau terjadinya pencemaran air. Amonia sangat berperan penting pada Pencemaran air sehingga pemanfaatannya dapat menggangu ekosistem yang berada di perairan. Dalam peranan amonia di dalam pencemaran air menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial, karena amonia merupakan salah satu zat-zat beracun serta merupakan salah satu bahan organik yang berbahaya bagi kelangsungan hidup organisme di perairan. Keadaan ini akan menyebabkan oksigen terlarut dalam air pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air. Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air. Banyaknya amonia yang ditampung oleh suatu perairan, dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah polutan yang berasal dari berbagai sumber aktifitas air buangan dari proses- proses industri dan buangan domestik yang berasal dari penduduk. Telah banyak dilakukan penelitian tentang pengaruh air buangan industri dan limbah penduduk terhadap organisme perairan, terutama pengaruhnya terhadap ikan. Akibat yang ditimbulkan antara lain dapat menyebabkan kelumpuhan ikan, karena otak tidak mendapat suplai oksigen serta kematian karena kekurangan oksigen (anoxi) yang disebabkan jaringan tubuh ikan tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia, sepeti oksigen terlarut (Dissolved Oxygen=DO) dan kebutuhan oksigen biologis (Biological Oxygen Demand= BOD). Dalam pengolahan air limbah industri dikenal tiga parameter utama yaitu:

     Oksigen terlarut (OT) atau Dissolved Oxygen (DO)
Oksigen merupakan parameter yang sangat penting dalam air. Sebagian besar makhluk hidup dalam air membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidupnya, baik tanaman maupun hewan air, bergantung kepada oksigen yang terlarut. Ikan merupakan makhluk air dengan kebutuhan oksigen tertinggi, kemudian invertebrata, dan yang terkecil kebutuhan oksigennya juga cukup besar. Keseimbangan oksigen terlarut (OT) dalam air secara alamiah terjadi secara berkesinambungan. Mikoorganisme sebagai makhluk terkecil dalam air untuk  pertumbuhannya membutuhkan sumber energi yaitu unsur karbon (C) yang dapat diperoleh dari bahan organik yang berasal dari tanaman, ganggang yang mati, maupun oksigen dari udara. Bahan organik tersebut oleh mikroorganisme akan duraikan menjadi karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). CO2 selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman dalam air untuk proses fotosintesis membentuk oksigen, dan seterusnya. Oksigen yang dimanfaatkan untuk proses penguraian bahan organik tersebut akan diganti oleh oksigen yang masuk dari udara maupun dari sumber lainnya secepat habisnya oksigen terlarut yang digunakan oleh bakteri atau dengan kata lain oksigen yang diambil oleh biota air selalu setimbang dengan oksigen yang masuk dari udara maupun dari hasil fotosintesa tanaman air. Apabila pada suatu saat bahan organik dalam air menjadi berlebih sebagai akibat masuknya limbah aktivitas manusia (seperti limbah organik dari industri yang menghasilkan amonia), yang berarti suplai karbon (C) melimpah, menyebabkan kecepatan pertumbuhan mikroorganisme akan berlipat ganda, yang berati juga meningkatnya kebutuhan oksigen, sementara suplai oksigen dari udara jumlahnya tetap. Pada kondisi seperti ini, kesetimbangan antara oksigen yang masuk ke air dengan yang dimanfaatkan oleh biota air tidak setimbang, akibatnya terjadi defisit oksigen terlarut dalam air. Bila penurunan oksigen terlarut tetap berlanjut hingga nol, biota air yang membutuhkan oksigen (aerobik) akan mati, dan digantikan dengan tumbuhnya mikroba yang tidak membutuhkan oksigen atau mikroba anerobik. Sama halnya dengan mikroba aerobik,mikroba anaerobik juga akan memanfatkan karbon dari bahan organik. Dari respirasi anaerobik ini terbentuk gas metana (CH4) disamping terbentuk gas asam sulfida(H2S) yang berbau busuk.

     BOD dan COD
Untuk menentukan tingkat penurunan kualitas air dapat dilihat dari penurunan kadar oksigen terlatut (OT) sebagai akibat masuknya bahan organik dari luar, umumnya digunakan uji BOD dan atau COD. Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air. Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah merupakan nilai yang menujukkan jumlah atau kadar bahan organik dalam air, tetapi mengukur secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik tersebut. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organic seperti halnya amonia), oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air.
BOD5 merupakan penentuan kadar BOD baku yaitu pengukuran jumlah oksigen yang dihabiskan dalam waktu lima hari oleh mikroorganisme pengurai secara aerobic dalam suatu volume air pada suhu 20derajat Celcius. BOD5 500mg/liter (atau ppm) berarti 500 mgram oksigen akandihabiskan oleh mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama waktu lima hari pada suhu 20 derajat Celcius.
Beberapa dasar yang sering digunakan untuk menentukan kualitas air dilihat dari kadar BOD adalah erat kaitannya dengan BOD adalah COD. Dalam bahan buangan, tidak semua bahan kimia organik dapat diuraikan oleh mikroorganisme secara cepat. Bahan organik dalam air bersifat; dapat diuraikan oleh bakteri (biodegradasi) dalam waktu lima hari dan bahan organik  yang tidak teruraikan oleh bakteri dalam waktu lima hari. Bahan organik yang tidak mengalami biodegradasi Uji COD ini meliputi semua bahan organik di atas, baik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan. Oleh karena itu hasil uji COD akan lebih tinggi dari hasil uji BOD. BOD (Biological Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen dalam satuan ppm yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, apabila suatu badan air dicemari oleh zat oragnik, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Beberapa zat organik maupun anorganik dapat bersifat racun misalnya sianida, tembaga, dan sebagainya, sehingga harus dikurangi sampai batas yang diinginkan. Berkurangnya oksigen selama biooksidasi ini sebenarnya selain digunakan untuk oksidasi bahan organik, juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi sel dari mikroorganisme. Oleh karena itu uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut. Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya. Oksigen yang dikonsumsi dalam uji BOD dapat diketahui dengan menginkubasikan contoh air pada suhu 20 C selama lima hari. Untuk memecahkan bahan-bahan organik tersebut secara sempurna pada suhu 20 C sebenarnya dibutuhkan waktu lebih dari 20 hari, tetapi untuk prasktisnya diambil waktu lima hari sebagai standar. Inkubasi selama lima hari tersebut hanya dapat mengukur kira-kira 68 persen dari total BOD. Terdapat pembatasan BOD yang penting sebagai petunjuk dari pencemaran organik. Apabila ion logam yang beracun terdapat dalam sampel maka aktivitas bakteri akan terhambat sehingga nilai BOD menjadi lebih rendah dari yang semestinya. Pada Tabel dapat dilihat waktu yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik didalam air. Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali iodida azida, adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada temperatur kamar, dalam metode Winkler digunakan larutan pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara titrasi, dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida. Sampel dititrasi dengan natrium thiosulfat memakai indikator amilum. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sample tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pada suhu 20°C. Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20°C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk  proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organik terurai menjadi CO2dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total. Penentuan waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemungkinan hasil oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa, amonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD. Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah :
2NH3 + 3O2 2NO2-    ——>     2H+ + 2H ONO2 + O2NO3-
COD atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidanya adalah K2O7atau KMnO4. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnyaoksigen terlarut di dalam air. Sebagian besar zat organik melalui tes COD inidioksidasi oleh 2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum,
CaHbOc + Cr2O7    ——>                H+CO2+ 2O + 2Cr3+
Kuning Hijau Perak sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi. Sedangkan merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus tersisa sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa menentukan berapa besar oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titrasi denganferro ammonium sulfat (FAS). Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut.
6Fe2+ + Cr2O7     ——>     4H + 6Fe3++  2Cr3+ + 7H2O
Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Sisa K2CrO7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak mengandung zatorganik yang dioksidasi oleh K2Cr2O7 Baku mutu air laut melalui Surat Keputusan Menteri NegaraLingkunganHidup Nomor 51 Tahun 2004. Didalam baku mutu air tersebut, tercakup semua parameter yang digunakan dalam baku mutu air limbah,termasuk BOD dan COD, ditambah parameter-parameter kualitas air lainnya, termasuk parameter biologi danradio nuklida. Dalam PP Nomor 28/2001 tersebut baku mutu BOD bagi perairanKelas dua yang dipergunakan untuk rekreasi air dan budidaya perikanan (akuakultur) misalnya, adalah lebih kecil dari 3 mg/L, sedang baku mutu COD-nya adalah lebih kecil dari 25 mg/L. Untuk air laut, sebagaimana dalam Kep. MENLH Nomor 51/2004, baku mutu BOD untuk perairan bagi keperluan wisata bahari adalah 10mg/L, sedangkan bagi biota laut baku mutu BOD adalah 20 mg/L. COD tidak termasuk parameter yang menjadi baku mutu air laut. Hal ini kemungkinan karena penentuan COD air laut relatif agak sulit sehubungan dengan interferensi ataugangguan keberadaan klorida (Cl) yang tinggi di air laut terhadap reaksi analitiknya.Bila kita cermati baku mutu air limbah yang ada, walaupun BOD dan COD terpakaisebagai parameter baku mutu air limbah dari hampir semua kegiatan, tetapikeberadaannya adalah bersamasama dengan dua atau lebih parameter lain yangmenjadi parameter kunci dari kualitas air limbah kegiatan yang bersangkutan. Ini berarti, bukan hanya BOD dan COD yang menjadi penentu pencemaran air limbah,tetapi kesemua parameter yang menjadi baku mutu air limbah dari kegiatan yang bersangkutan. Parameter pH dan TSS (total suspended solids) misalnya, juga berperanan penting dalam baku mutu limbah, yang lebih lanjut juga berarti berperan penting dalam penentuan tingkat pencemaran perairan. Dari nilai pH akan dapatdiketahui apakah telah terjadi perubahan sifat asam-basa perairan dari nilai pHalaminya, bila nilainya lebih tinggi lebih dari satu unit di atas normal berarti perairanmenjadi terlalu basa, sebaliknya bila terjadi penurunan maka perairan menjadi terlaluasam. Bila ini terjadi, selain mengganggu biota atau ekosistem perairan, juga akanmengurangi nilai guna air. Demikian juga TSS, bila nilainya meningkat cukupsignifikan, perairan akan tampak keruh dan terkesan kotor sehingga tentu sajamengurangi daya guna airnya.Dengan demikian, bila misalnya nilai BOD dan COD suatu perairan masihnormal atau memenuhi baku mutu, belum dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran, bila parameter kunci lainnya tidak diketahui. Karena bila parameter lainnya telah meningkat dan melebihi baku mutu, maka berarti ada indikasi pencemaran di perairan. Hal ini dapat terjadi karena bila terdapat bahan-bahan toksik (beracun) di perairan, logam berat misalnya nilai BOD bisa jadi rendah atau masihmemenuhi baku mutu, padahal dalam air atau perairan tersebut terkandung bahan beracun atau air telah tercemar. Sebaliknya, bila nilai BOD dan COD telah cukuptinggi dan melebihi baku mutu, maka sudah dapat diduga ada indikasi pencemaran bahan organik. Selain waktu analisis yang lama, kelemahan dari penentuan BODlainnya adalah : diperlukannya benih bakteri (seed) yang teraklimatisasi dan aktif dalam konsentrasi yang tinggi; diperlukan perlakuan pendahuluan tertentu bila perairan diindikasi mengandung bahan toksik; dan efek atau pengaruh dari organismenitrifikasi (nitrifying organism) harus dikurangi. Meskipun ada kelemahan-kelemahan tersebut, BOD tetap digunakan sampai sekarang. Hal karena beberapa alasan,terutama dalam hubungannya dengan pengolahan air limbah, yaitu :

1)     BOD penting untuk mengetahui perkiraan jumlah oksigen yang akandiperlukan untuk      menstabilkan bahan organik yang ada secara biologi.
2)     untuk mengetahui ukuran fasilitas unit pengolahan limbah.
3)     untuk mengukur efisiensi suatu proses perlakuan dalam pengolahan limbah
4)     untuk mengetahui kesesuaiannya dengan batasan yang diperbolehkan bagi pembuangan air limbah.

Karena nampaknya BOD akan tetap digunakan sampai beberapa waktu mendatang, maka penting untuk mengetahui sebanyak mungkin mengenai cara penentuannya berikut segala keterbatasan atau kelemahannya. Terlepas dari berbagai kelemahannya tersebut, BOD masih cukup relevan untuk digunakan sebagai salahsatu parameter kualitas air yang penting. Karena dengan melakukan uji BOD secaraapa adanya, yakni dengan tidak memperhatikan ada tidaknya kandungan bahan toksik, sedikit atau banyaknya kandungan bakteri, tetapi dengan tetap melakukan pengenceran atau aerasi bilamana diperlukan dan inkubasi pada suhu setara suhu perairan, maka akan diperoleh suatu nilai BOD yang akan memberikan gambaran kemampuan alami perairan dalam mendegradasi bahan organik yang dikandungnya. Dari nilai tersebut akan dapat dilihat apakah kemampuan perairan dalam mendegradasi bahan organik masih cukup baik atau sudah sangat rendah. Bila rendah, berarti kemampuan pulih diri (self purification) perairan sudah sangat berkurang. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
a)     BOD dan COD masih diperlukan sebagai parameter dalam baku mutu air limbah atau sebagai parameter pencemaran perairan, karena peranannya sebagai penduga pencemaran bahan organik (amonia) dan kaitannya dengan penurunan kandungan oksigen terlarut perairan (oksigen penting bagi kehidupan biota air dan ekosistem perairan pada umumnya). Peranan BOD dan COD bukan sebagai penentu, tetapi setara dengan parameter lainnya yang menjadi parameter kunci sehubungan dengan dugaan pencemaran oleh kegiatan tertentu.
b)     BOD adalah parameter penduga jumlah oksigen yang diperlukan oleh perairan untuk mendegradasi bahan organic (amonia) yang dikandungnya, sekaligus merupakan gambaran bahan organik mudah urai (biodegradable) yang ada dalam air atau perairan yang bersangkutan. Bila uji BOD dilakukan tanpa perlakuan tertentu dan dengan suhu inkubasi setara suhu perairan, maka BOD dapat menggambarkankemampuan perairan dalam mendegradasi bahan organik.
c)     COD adalah parameter penduga jumlah total bahan organic (amonia) yang ada dalam air atau perairan, baik yang mudah urai maupun yang sulit urai. Denganmemperbandingkan nilai COD dan BOD, akan diketahui gambaran jumlah bahanorganik persisten (sulit urai) yang terkandung di dalamnya.

5. DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEHATAN MANUSIA
Adapun Dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran amonia adalah sebagai  berikut:
        Efek Terhadap Kesehatan Manusia. Udara yang tercemar gas amonia dan sulfida dapat menyebabkan menyebabkan iritasi mata serta saluran pernafasan (Fauziah, 2009). Menurut Soeprapto dan Didik (2008), gas NH3 juga dapat menyebabkan Iritasi pada mata, saluran pernapasan dan kulit. Pada Kadar 2500-6500 ppm, gas ammonia melalui inhalasi menyebabkan iritasi hebat pada mata (Keraktitis), sesak nafas (Dyspnea), Bronchospasm, nyeri dada, sembab paru, batuk darah, Bronchitis dan Pneumonia. Pada kadar tinggi (30.000 ppm) dapat menyebabkan luka bakar pada kulit.
Efek Terhadap Lingkungan Sekitar Sisa-sisa makanan dan sampah organik dibuang ke tempat sampah, kemudian di bawa ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah-sampah tersebut kemudian membusuk dan menghasilkan gas amonia. Gas ammonia tersebut merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat menyebabkan global warming. Akibat yang terjadi adalah terjadinya perubahan iklim dan cuaca serta efek global warming lainnya (WWF-Indonesia, 2007). Gas ammonia juga dapat mengganggu estetika lingkungan karena bau pembusukan sampah yang sangat menyengat. Menurut Fauziah (2009), dampak negatif yang ditimbulkan usaha peternakan ayam terutama berasal dari kotoran ayam yang dapat menimbulkan gas yang berbau. Bau yang dikeluarkan berasal dari unsur nitrogen dan sulfida dalam kotoran ayam, yang selama proses dekomposisi akan terbentuk gas amonia, nitrit, dan gas hidrogen sulfida. Udara yang tercemar gas amonia dan sulfida dapat memyebabkan gangguan kesehatan ternak dan masyarakat di sekitar peternakan. Amonia dapat menghambat pertumbuhan ternak.

6. SOLUSI / CARA MENGATASI MASALAH TERSEBUT
BAHAN PENCEMAR         PENANGGULANGAN           KETERANGAN
Amonia (NH3)
        Absorbsi          Dalam proses adsorbsi dipergunakan bahan padat yang dapat menyerap polutan. Berbagai tipe adsorben yang dipergunakan antara lain karbon aktif dan silikat. Adsorben mempunyai daya kejenuhan sehingga selalu diperlukan pergantian, bersifat disposal (sekali pakai buang) atau dibersihkan kemudian dipakai kembali.
        Pembakaran     Mempergunakan proses oksidasi panas untuk menghancurkan gas hidrokarbon yang terdapat didalam polutan. Hasil pembakaran berupa (CO2) dan (H2O). Alat pembakarannya adalah Burner dengan berbagai tipe dan temperaturnya adalah 1200o—1400o F
        Reaksi Kimia   Banyak dipergunakan pada emisi golongan Nitrogen dan golongan Be-lerang. Biasanya cara kerja ini merupakan kombinasi dengan cara - cara lain, hanya dalam pembersihan polutan udara dengan reaksi kimia yang dominan. Membersihkan gas golongan nitrogen , caranya dengan diinjeksikan Amonia (NH3) yang akan bereaksi kimia dengan NOx dan membentuk bahan padat yang mengendap. Untuk menjernihkan golongan belerang dipergunakan Copper Oksid atau kapur dicampur arang.

KESIMPULAN
Kualitas udara semakin memburuk karena tercemar oleh zat-zat pencemar yang sumbernya berasal dari pabrik-pabrik industri, dan kendaraan bermotor, proses pembakaran,pembuangan limbah padat. Zat-zat pencemar yang paling sering dijumpai adalah: SOx, NOx, CO, HC,  Pb, SPM, O3 dan lain sebagainya. Adanya polutan atau bahan-bahan tersebut dalam jumlah yang banyak dan di atas ambang baku yang diharuskan akan dapat memberikan efek negatif baik untuk manusia itu sendiri maupun untuk lingkungan sekitarnya misalnya tumbuhan dan hewan. Namun, dampak yang paling utama merugikan adalah terhadap kesehatan manusia terutama pada sistem pernapasan, pembuluh darah, persarafan, hati dan ginjal. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan suatu upaya pengurangan maupun pencegahan agar polutan-polutan yang berbahaya tersebut tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan sekitarnya.

3.2   SARAN
Selamatkan bumi mulai dari hal yang kecil…!
       
.

.

DAFTARPUSTAKA


1.     Effendy. 2006. Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antarmolekul, edisi kedua,   Bayumedia Publishing, Malang
2.     Housecroft, C. E. & Sharpe, A.G. 2005. Inorganik Chemistry, second edition,    Pearson Prentice Hall, London.
3.     Huheey, J.E., Keiter, E. A. & R.L. Keiter. 1993. Inorganik Chemistry Principles of Structure and Reactivity, 5th ed. Harper Collins College, U.S.A
4.     http//www.wikipedia.nitrogen.org.co.id. rabu 3 agustus 2011
5.     http//www.wikipedia.nitrogen di perairan.org.co.id. rabu 3 agustus 2011
6.     http//www.wikipedia.nitrogen dan kualitas air.org.co.id. rabu 3 agustus 2011

KECANTIKAN YANG SESUNGGUHNYA

KECANTIKAN YANG SESUNGGUHNYA
Kita hampir dapat memastikan bahwa setiap manusia yang hidup di bumi ini yang sudah tua menyukai kecantikan, wajah yang cantik serta tubuh yang sexy menjadi dambaan pria dan wanita. Semuanya memburu kecantikan, baik untuk memuaskan keinginan kemanusiaannya maupun untuk hal-hal yang bersifat komersial : Suara cantik, bentuk badan yang cantik , wajah yang cantik dan sebagainya.
Sekarang media mana yang tidak tergila-gila dengan mahluk yang bernama kecantikan ini? Rasanya dihampir setiap kesempatan kita disibukkan dengan sajian-sajian yang mengeploitasi kecantikan.
Tetapi apakah sesungguhnya kecantikan itu? Mengapa manusia mau memburu kecantikan dan mengorbankan apa saja untuknya? Mengapa peremppuan ataupun laki-laki selalu mengusahaklan agar mereka tampak cantik?  Tidakkah mereka itu korban dari pencitraan, mitos, atau dyang entah dating dari mana lalu mengemuka dalam masyarakat , budaya, pebisnis?  Benarkah kecantikan itu ada secara alami ataukah hanya hasil konstruksi social saja?
Menurut Ibnu taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim al-Jauzih. Dalam Cantik liar dalam, mereka menyatakan bahwa hati hati itu dikodratkan untuk mencintai kecantikan dan memandangnya sebagai sesuatu yang baik. Mereka dengan demikian, condong ke pendapat bahwa kebaikan itulah kecantikan. Apabila kita melihat seorang anak yang memberikan sedekah kepada orang tua papah yang sedang membutuhkan pertolonhan, bahwa anak ini bias dikatakan sebagai suka melakukan hal-hal yang cantik karena mendatangkan kebaikan. Dan pemilik kebaikan iyu dinamakan cantik. Lain lagi dengan Angelina Sondakh artis kita juga menurut kecantikan luaran itu hanya terlihat sesaat. Mula mula kecantikan luaran: Paras yang cantik, kulit yang mulus, bibir yang sensual, mata yang bening, serta tubuh yang sexi akan mencengangkan mata kitra, membuat kita kagum. Namun kecantikan itu akan pudar beberapa menit mana kala kita sudah intens bergaul dengan yang empunya kecantikan luaran itu, lalu si empunya menunjukkan tanda-tanda kebodohan, gaptek, tak tahu p[ermasalahan, tulalit, kurang percaya diri, emosional dan sebagainya(http://cantik tak hanya raga, Edisi April 2004)
Banyak diantara kita bahwa menurut kita Dian sastro adalah artis pujaan dan asangat cantik, tapi belum tentu menurut orang lain, bias saja mereka berpendapat berbeda. Cantik luaran merupakan suatu yang relative dan dapat berubah-ubah. Ketika kita sudah tua nanti kecantikan itu akan hilang diganti dengan wajah yang keriput.
Kecantikan dengan demikian adalah sesuatu yang begitu agungyang kalau kita membicarakannya, kita akan senang, bangga, terharu, rindu dan sebagainya. Sesuatu yang agung itu bias berupa budi baik, kecerdasan kedermawanan, kepinteran, keuletan, takwa, sabar ikhlas, perjuangan yang tak kenal lelah.
Lain lagi dengan kecantikan dalam (inner Beauty). Kecantikan seperti ini sangat susah disangkal, untuk tidak mengagatakan tidak bias. Ketika kita menyatakan bahwa Madonna mempunyai IQ di atas 150, dan ini merupakan kecantikan dari dalam yang luar biasa, jarang sekali ada orang yang bias menyangkalnya. Atau jarang sekali orang bias menyangkal, lagi-lagi untuk tidak bias mengatakan  tidak bias, bahwa Shirin Ebadi  adalah seorang sangat peduli dengan kondisi perempuan dan kemiskinan serta pendididkan di iran.  Hal ini menunjukkan bahwa inner beauty merupakan kecantikan nyata dan berumur lebih panjang dari pada kecantikan luaran.
Nah, dengan demikian kita sepakat dengan definisi kecantikan yaitu Sesutu yang indah yang berasal dari dalam dan abadi.